Merdeka...Merdeka...Merdeka. Itulah ucapan yang pertama kali kita dengar menjelang Dirgahayu RI dirayakan. Tentunya kita sendiri bisa mengetahui apa arti kata “Merdeka” dan apa tujuan akhir dari kata tersebut. Merdeka berarti bebas, bebas disini diartikan bebas dari penjajahan, sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 alenia ke-1, “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan prikemanusiaan dan prikeadilan”. Tujuan akhir dari kata merdeka bagi bangsa Indonesia sendiri, yaitu ingin menjadi bangsa yang dapat meguasai segala kehidupan negaranya sendiri tanpa turut campur dari para penjajah.
Pada detik-detik ini, enam puluh tiga tahun yang lalu, bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya dari penjajahan oleh bangsa asing. Kemerdekaan yang diperoleh dengan perjuangan berdarah, oleh para pahlawan sjuhada bangsa. Oleh karena itu, sungguh layak dan patut kiranya bagi kita semua bangsa Indonesia untuk memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan berkah dan rahmat-NYA-lah kita akhirnya bisa mencapai kemerdekaan. Dengan kemerdekaan tersebut, hingga detik ini kehidupan bangsa kita tetap utuh, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap berdiri tegak.
Kita tentu masih ingat peristiwa yang tidak akan terlupakan oleh seluruh bangsa Indonesia yaitu tanggal 17 Agustus 1945. Peristiwa ini merupakan tonggak kemerdekaan bangsa Indonesia dari belenggu penjajah. Sejak itulah bangsa Inonesia merupakan bangsa yang bebas dari penjajahan. Namun penjajah masih ingin menguasai negara kita. Oleh karena itu, perjuangan bangsa kita pada saat itu belum selesai.
Kemerdekaan yang diperjuangkan para pendahulu kita bukan kemerdekaan yang asal merdeka. Bukanlah kemerdekaan yang tanpa konsep atau tanpa norma, apalagi tanpa hukum. Kemerdekaan yang mereka perjuangkan adalah kemerdekaan yang melembaga, kemerdekaan yang pada satu sisi memberi peluang setiap manusia untuk dapat menikmati hak asasinya, tetapi pada sisi lain mengharuskan ditunaikannya kewajiban warga negara, dipeliharanya kebersamaan, persatuan dan kesatuan, dan ditegakkannya hukum. Kemerdekaan yang konsep, norma dan segala sesuatunya dituangkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945, dan yang sesungguhnya terpateri dengan indah dalam rumusan Pancasila.
Masa lalu pasti berbeda dengan masa sekarang, begitu pula dengan dengan masa mendatang. Tak bijaksana memang jika mempertentangkan kekurangan serta kelebihan yang ada pada suatu masa dengan yang terjadi pada masa yang lain. Itu karena setiap masa pasti memiliki corak dan warna yang khas. Namun merefleksikan kembali prinsip luhur dan nilai-nilai kejuangan yang dahulu tertanam kuat dalam sanubari pejuang bagi bangsa yang kini tengah terpuruk adalah suatu hal yang positif.
Kalau selama penjajahan yang tiga setengah abad lamanya itu kita dihadapkan pada kekuatan senjata kaum penjajah, yang kita hadapi sekarang bukanlah senjata, melainkan pikiran-pikiran yang membuat kita tidak dapat bergerak secara merdeka, terlebih lagi kala bangsa kita yang merayakan ulang tahunnya yang ke-63 (17-8-2008), benarkah demikian? Mengapa? Bukankah kita negara yang sudah merdeka dan berdaulat penuh? Memang, tetapi kalau kita berani melanggar pikiran-pikiran yang dominan atau “main stream thoughts” dari masyarakat internasional, kita dianggap melakukan pelanggaran kontrak, yang harus dihukum dengan diisolasinya Indonesia dari masyarakat internasional.
Beranikah kita menghadapi isolasi dengan segala konsekwensinya? Musuh kita untuk meraih kembali kemandirian bangsa bukan hanya aturan main yang ditentukan oleh lembaga-lembaga internasional, tetapi di dalam Indonesia diperkuat oleh sekelompok elit intelektual bangsa Indonesia yang besar pengaruhnya dalam pembentukan opini publik, betapapun tidak masuk akalnya pikiran-pikiran mainstream yang menjelma menjadi aturan, konvensi, dogma dan doktrin.
Kita tidak mungkin memperoleh kembali kemandirian kalau kita tidak berani melakukan terobosan yang inovatif dan kreatif. Inovasi dan kreativitas memang selalu harus menerobos penghalang yang sudah menjadi aturan main, konvensi, dogma dan doktrin. Namun untuk melakukan itu semuanya ada biayanya, ada resikonya dalam bentuk kesengsaraan sementara. Ketika itu nanti terjadi, adalah para komprador dan kroni bangsa kita sendiri yang menghujat dan menakut-nakuti melalui penguasaan dan pengendalian pembentukan opini publik. Ini tidak mengherankan.
Sejenak marilah kita berpikir tentang apa yang harus kita lakukan sebagai generasi muda khususnya sebagai pelajar untuk bangsa ini, sudahkah kita melakukannya, serta apakah kita sudah memberikan yang terbaik bagi Tanah Air kita? Hati nuranilah yang dapat menjawabnya, atau mungkinkah ada diantara kita yang tidak pernah memikirkan nasib bangsa Indonesia dalam era globalisasi ini? Kita terlalu terlena akan kesenangan dan kenikmatan material yang kita rasakan saat ini, sementara di sisi lain banyak diantara kita yang nasibnya jauh lebih buruk dibanding kita.
Kemerdekaan fisik mungkin sudah kita raih. Tetapi, apakah kita sudah meraih kemerdekaan bertindak untuk menentukan sendiri sistem politik kita ? Apakah kita sudah meraih kemerdekaan bertindak untuk menentukan sendiri sistem ekonomi kita ? Apakah kita sudah meraih kemerdekaan bertindak untuk menentukan sendiri sistem budaya kita ? Apakah kita sudah meraih kemerdekaan dari belenggu ketakutan, dari belenggu ketidakberdayaan, dan dari belenggu kemiskinan?
Sebenarnya bangsa Indonesia sudah 63 tahun merdeka, tetapi kalau dilihat dari tingkah laku masyarakatnya sendiri, sebenarnya kita tidak mau merdeka. Misalnya, pemerintah sendiri sudah memberikan berbagai fasilitas yang memudahkan masyarakat, tetapi banyak diantaranya yang tidak mempergunakannya dengan baik, malah di rusak. Sumber Daya Alam yang dimiliki Indonesia sangat melimpah, tetapi apakah kita sudah mengolahnya seefisien mungkin?
Sebagai generasi muda, kita mempunyai tugas yang harus kita emban dengan penuh tanggung jawab dan kesadaran sebagai generasi penerus bangsa. Kitalah calon pemimpin di masa depan. Kita juga harus menghargai perjuangan para pahlawan bangsa yang telah gugur di medan perang demi mencapai arti kata merdeka agar kita dapat mengambil pelajaran didalamnya, sehingga kita dapat membangun bersama menuju Indonesia cerah.
Kamis, 21 Agustus 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar